Air tunduk pada hukum gravitasi, mengalir secara alamiah
ke tempat yang lebih rendah. Kemajuan ilmu dan teknologi senantiasa memperluas
batas-batas yang dapat dicapai dalam bidang keirigasian. Manusia mengembangkan
ilmu alam, ilmu fisika dan juga hidrolika yang meliputi statika dan dinamika benda
cair. Semua membuat pengetahuan tentang irigasi
bertambah lengkap. Namun dalam realita, pengetahuan tersebut terkadang mampu direkayasa sehingga
tidak berjalan sesuai dengan hukumnya.
Air
mengalir dari hulu ke hilir,
namun berbeda yang dirasakan oleh petani Kelurahan Wirasana blok Tambangan. Berada
paling hilir namun air
dari hulu sering
kali tidak sampai di wilayah tersebut.
Sumber pengairan yang bermula dari Kecamatan Kutasari terletak jauh dari Wirasana. Hal ini mengakibatkan air
harus melewati beberapa daerah terlebih dahulu seperti Kelurahan Kembaran Kulon. Padahal
air berguna untuk mengairi sawah-sawah
yang dimiliki oleh warga Wirasana.
Menurut Sugiono, Kepala Kelurahan Wirasana sulitnya air untuk sampai di blok Tambangan akibat petani
ikan di Kembaran Kulon. “Sering kali saluran
irigasi dilubangi dengan pipa paralon yang berukuran cukup
besar untuk mengairi kolam ikan mereka,”paparnya (25/07). Hal ini diperparah dengan air yang langsung mengalir ke sungai di bawahnya dan tidak
kembali ke saluran irigasi semula.
Sugiono menambahkan koordinasi dengan Kelurahan Kembaran Kulon kerap dilakukan. “Kesepakatan yang diperoleh yakni untuk saling berbagi air dengan
menggunakan pipa paralon yang berukuran standar,”
jelasnya. Namun,
kesepakatan tinggal kesepakatan. Selang beberapa hari warga
Wirasana melaporkan terjadi kecurangan lagi. Lurah Kembaran Kulon sendiri
mengaku kerepotan mengatur petani dalam pembagian penggunaan air di kelurahannya.
Saluran air untuk Irigasi Petani
Saluran air untuk Irigasi Petani
Tanggapan berbeda justru datang dari
Ketua Persatuan Petani Pengguna Air
(P3A) Wirasana, Lilik. “Kebutuhan air antar petani itu berbeda, jadi dalam
menyikapinya pun
harus bijak,”ungkapnya (26/07).
Menjadi ironi ketika petani di Kelurahan Kembaran Kulon
meneriakkan “Di sini murah air”, namun kondisi timpang dirasakan petani di sawah blok
Tambangan Kelurahan Wirasana yang menjerit saat musim kemarau tiba.
Berbagai cara dilakukan guna mengantisipasi kekurangan air.
Misalnya dengan penyewaan genset untuk mengambil air dari Sungai Klawing yang lokasinya dekat dengan blok Tambangan. Namun biaya sewa
alat dirasa petani lebih mahal dari pemakaiannya. “Kita tidak menggunakan genset karena biaya yang dibutuhkan
lebih mahal dari pemakaiannya,” ungkap Slamet salah satu petani blok Tambangan
(25/07).
Dengan kondisi yang terbatas, petani mengambil jalan
tengah dengan tetap menanam pada saat musim kemarau yaitu menanam kacang tanah.
Menurut Slamet kacang tanah masih bisa hidup apabila jumlah pasokan airnya
sedikit setelah tumbuh satu bulan.
Perebutan air bukan satu-satunya masalah
yang timbul terkait irigasi. Masalah lain yaitu saluran irigasi yang masih konvensional
atau belum permanen sehingga air mudah meresap ke dalam tanah. Akibatnya pasokan air berkurang dalam jumlah besar, ancaman jebol atau rusak pada titik tertentu akibat letak
saluran yang berada di tebing.
Antisipasi kebocoran telah dilakukan pihak kelurahan Wirasana dengan melapisi saluran irigasi
menggunakan plastik. P3A juga telah melakukan pembenahan-pembenahan untuk kelancaran irigasi. Lilik menambahkan dalam setahun dilakukan perawatan dan
pengawasan saluran sebanyak 3 kali. “Perawatan dan pengawasan pada saluran tersebut biasanya dilakukan 3 kali dalam
setahun,”
ungkapnya.
Sugiono menambahkan untuk menyelesaikan kebocoran solusinya
yaitu pembuatan talang. “Talang dibuat untuk daerah tebing yang jebol dengan
menggunakan drum,” ungkapnya. Dana yang digunakan berasal dari Lembaga Keuangan Mikro Kelurahan (LKMK) yang
bersumber dari bantuan PEMDA. Pembuatan talang ini diharapkan mampu menambah debit air yang masuk ke blok sawah yang kekurangan air.
Lilik
mengaku tidak mudah untuk mengatasi kemelut
irigasi di Wirasana. Semua terkendala
dana dan kurangnya prioritas sektor pertanian. “Wirasana bukan yang diprioritaskan karena sebagian
masyarakatnya bukan bekerja di sektor pertanian,” papar Lilik.
Semua
bertambah miris ketika bantuan dana mengalir
dari pemerintah. Perencanaan perbaikan sistem irigasi yang
dilakukan selalu kalah dengan
kebutuhan
lain pada saat musyawarah dengan pemuka masyarakat. Ini menjadi salah satu faktor permasalahan irigasi di Wirasana tak kunjung terselesaikan.
Slamet
menaruh harapan
besar pada pemerintah agar kondisi pertanian lebih mendapat perhatian, meski lahan yang ada bukan sebuah prioritas.
“Harapannya perhatian lebih untuk masalah
ini. Meskipun kepala kelurahan bukan dari penduduk Wirasana,” ungkapnya
mengakhiri.
Reporter:
Wafiatul Amri
Nofi Rahayu
Posting Komentar
Silahkan berkomentar di situs persma-agrica.com