EMAS, hasil bumi yang bisa mengubah taraf hidup orang dalam sekejap. Selain itu mengubah taraf iman dan moral mereka. Berbagai
cara dilakukan untuk medapatkannya, meskipun nyawa menjadi taruhan. Mungkin ini
menjadi salah satu alasan para penambang emas di daerah Gumelar Banyumas Barat.
Penambangan dimulai
ketika mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan penelitian di
daerah tersebut pada Desember 2008.
Dari penelitian tersebut ditemukan kandungan bubuk atau butiran emas. Banyaknya titik pertambangan emas yang dapat dijumpai, membuat warga lokal ataupun pendatang
berbondong-bondong menggantungkan hidupnya di daerah tersebut.
Di Gumelar
terdapat 103 sumur dengan 10-15 pekerja di tiap sumur. Jadi total penambang
emas di daerah tersebut hampir 1.500 orang. Namun banyaknya jumlah penambang
tidak menjamin legalitas kawasan pertambangan tersebut. Junaidi, Kepala Bidang Pertambangan Umum Dinas Energi Sumber Daya
Mineral (ESDM) menjelaskan bahwa Gumelar belum mengantongi izin sebagai kawasan
penambangan emas. “Mereka hanya membawa selembar surat, sedangkan izin
penambangan dari kementerian ESDM tidak mudah,” jelasnya (25/7).
Mesin Pengolahan Biji Emas
Mesin Pengolahan Biji Emas
Syarat untuk
mendapat izin ESDM harus sesuai UU No. 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Namun setelah UU tersebut direvisi syarat
pertambangan menjadi izin eksplorasi dan izin operasi produksi.
Selain itu penambang
harus mempunyai izin Wilayah Izin Usaha
Pertambangan (WIUP). Izin tersebut diperoleh dengan cara lelang. Namun
hingga saat ini pedoman untuk tata cara lelang juga belum ditetapkan kementrian
ESDM.
Belum terpenuhinya izin
eksplorasi menjadi penghambat izin operasi produksi. Untuk operasi produksi
penambang harus dilengkapi dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL). Hal ini dijelaskan Junaidi yang akrab disapa Jun, “operasi produksi
berarti pertambangan sudah berjalan dan harus memenuhi syarat mengenai dampak
lingkungannya.”
Sampai sekarang legalitas pertambangan tersebut belum
dapat turun. Menurut Junaidi pertambangan diseluruh Indonesia belum ditetapkan
oleh menteri ESDM. Sedang
untuk menetapkannya berdasarkan
usulan dari masing-masing
kabupaten. Semuanya harus menaati aturan
yang berlaku.
Meski belum
mengantongi izin kegiatan penambangan tetap berlangsung. Menurut Junaidi,
pihaknya sudah berkali-kali mengirimkan surat ke Kementerian ESDM terkait
penambangan emas di Gumelar. Bahkan Inspektorat Tambang ESDM juga telah
datang ke lokasi. Namun belum ada langkah-langkah nyata terkait penambang
tersebut. Padahal menurut Junaidi, bila kegiatan tersebut tetap dijalankan akan
mendapat sanksi. “Penambangan tanpa izin akan dikenai pidana 10 tahun dan denda
10 Milyar,” tegasnya (25/7).
Selama ini Dinas
ESDM hanya memberikan surat teguran maupun himbauan bahwa penambangan tanpa izin
untuk segera di hentikan. ”Kami disini mempunyai tanggung jawab moral, tetapi
mau berhenti atau tidak bukan urusan kami,” jelas Junaidi. Beliau menambahkan
bahwa, apabila terjadi pelanggaran UU itu menjadi tugas pihak berwajib.
Proses Blowering pada Lubang Pertambangan
Proses Blowering pada Lubang Pertambangan
Penambangan emas
selama ini dilakukan dengan sistem borongan. Artinya satu
tim terdiri 3-4 orang. Caranya dengan
menggali lubang secara
vertikal kurang lebih 30 meter. Kemudian dibuat lagi lorong horizontal puluhan hingga
ratusan meter. Untuk
dapat menambang,
mereka harus menyewa lahan dari para pemilik lahan dengan sistem waktu. Satu hari masuk lubang penambang harus merogok kocek
25-30 juta.
Tambang ilegal mengandung resiko yang tinggi, karena Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3) yang tidak
diindahkan. Selain itu, penambangan dilakukan dengan mengambil
tanah yang mengandung emas lalu dikirimkan ke atas permukaan tanah. Untuk memperoleh oksigen dibantu
dengan sistem blower. Hal ini dinilai
sebagai salah satu penyebab banyaknya kecelakaan yang terjadi. Namun hal itu tidak
membuat gentar para penambang untuk mengail emas dari perut bumi.
Meskipun hingga
saat ini akibat dari penambangan tersebut belum dirasakan, namun tetap dapat mengancam
lingkungan karena
tidak pernah mengenal revegetasi dan reklamasi. Lubang-lubang dibiarkan
menganga tanpa pemulihan. Pada akhirnya
akan terjadi saling lempar kepentingan tentang kerusakan lingkungan
akibat penambangan ilegal ini.
Selain kerusakan
lingkungan, akibat lain muncul dari penggunaan
merkuri. Selama ini merkuri digunakan
untuk memisahkan biji emas dengan campuran bahan mineral lainnya. Pihak
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Banyumas mengatakan bahwa merkuri yag digunakan termasuk
kedalam logam berat. “Merkuri termasuk logam berat yang
sangat membahayakan lingkungan
serta diri sendiri,“ ujar Didi Kepala BLH
Banyumas.“
Tidak jauh berbeda
dengan Dinas BLH Banyumas, Dinas ESDM pun mengatakan
dampak penggunaan merekuri mulai tampak 20 tahun setelah pemakaian.
Dampak yang di timbulkan dari penggunaan merkuri
adalah penyakit genetis seperti kemandulan, penyakit
kulit, dsb.
Dinas ESDM pun menghimbau, adanya gerakan
perlawanan dari masyarakat sekitar. Tentunya masyarakat yang
tidak merasakan langsung manfaat adanya
penambangan tersebut. Mengingat akibat yang ditimbulkan itu bukan hanya kerusakan
lingkungan tapi penyakit yang berat.
Reporter: M. Nurrokhman, Aziz.
Posting Komentar
Silahkan berkomentar di situs persma-agrica.com