Di tengah peradaban
yang semakin maju, masalah kebutuhan akan pangan pun tidak
ada habisnya. Terkikisnya lahan pertanian bertolak belakang
dengan tingginya permintaan kebutuhan akan
pangan. Hidroponik sebagai teknologi lahan sempit belum bisa sejalan dengan
slogan pertanian organik. Layaknya teknologi yang terus berkembang, aquaponik
muncul mencoba menjawab permasalahan yang ada.
Di sisi lain,
sektor perikanan sering terkendala pada ketersediaan air. Akuaponik muncul
sebagai teknologi yang multifungsi. Teknologi ini masih tergolong ke dalam
teknologi hidroponik, hanya saja kegiatan penanaman dipadukan dengan budidaya
ikan.
Akuaponik ditujukan
untuk pertanian lahan sempit dan sistem perikanan perkotaan. Namun, untuk lahan yang tidak subur seperti lahan
gambut di Sumatera dan Kalimantan, serta lahan dengan topografi yang terlalu
tinggi.
Mekanisme akuaponik
saling berkaitan satu sama lain, antara pertanian dan perikanan. Ikan yang
dibudidayakan memberikan kontribusi berupa kotoran dan air kolamnya sebagai
sumber nutrisi bagi tanaman. Tanaman, berperan sebagai filtrat air kolam untuk
menjadi jernih kembali, sehingga dapat digunakan oleh ikan tanpa harus
melakukan penggantian air kolam secara besar-besaran.
Teknologi akuaponik
dapat dilakukan dengan tiga cara. Pertama, yaitu
dengan teknik re-sirkulasi, artinya kolam ikan dan wadah penanaman sayuran
dihubungkan dengan pipa-pipa yang dapat mengalirkan air dari kolam, menuju
wadah penanaman sayur, kemudian air dikeluarkan dari bagian dasar wadah sebagai
air bersih. Sehingga air hanya mengalami sirkulasi dari kolam, menuju wadah,
dan kembali lagi ke dalam kolam. Teknik tersebut memerlukan bantuan pompa air
untuk memompa air dalam kolam menuju wadah penanaman sayur.
Teknik kedua yaitu
dengan cara manual. Teknik ini tidak memerlukan pompa air, hanya menggunakan
tenaga manusia untuk menyiram sayuran dengan air kolam. Penyiraman dapat
dilakukan dua hingga tiga hari sekali, melihat kelembapan dari media tanam. Cara
manual lebih ekonomis dibandingkan dengan teknik re-sirkulasi. Kelemahannya,
air dari tanaman tidak tersalurkan menuju kolam ikan. Sehingga teknik ini dapat
mengurangi volume air kolam.
Metode ketiga
yaitu, langsung menanam sayuran di permukaan air kolam, artinya perakaran dari
tanaman yang dibudidayakan berperan langsung sebagai penyerap nutrisi air
kolam, serta sebagai filter air kolam untuk menghasilkan air yang bersih.
Secara teknis,
metode ini dapat menggunakan paralon ataupun ban bekas sebagai alat bantu untuk
memperkokoh pengapungan tanaman di permukaan kolam. Media tanam sendiri dapat
berupa arang sekam, untuk penanaman dengan pot, dan sterofoam untuk penanaman langsung. Penanaman dengan sterofoam memerlukan bahan-bahan yang
mampu memperkokoh perakaran pada media tanam tertentu agar akar tetap
menggantung pada permukaan.
Petani akuaponik
dituntut untuk memahami sifat tanaman dan ikan yang dibudidayakan. Jenis ikan
akan mempengaruhi jumlah nutrisi yang terdapat dalam
kolam. Selama air tidak berbau dan ikan masih sehat, air kolam tidak perlu
diganti. Penggantian air dapat melihat kondisi psikologis ikan. Di
samping itu, guna menjaga kestabilan suhu, serta untuk meminimalisir tumbuhnya
hama dan penyakit, dilakukan pemberian kompos.
Kompos, penghangat
alami di dalam kolam. Dosis
pemberian
perlu diperhatikan, jika berlebih dapat menghambat pertumbuhan
ikan. Jika terlalu sedikit, suhu air akan turun. Bahannya
didapatkan
dari kotoran kambing atau kelinci. Bagi tanaman, kompos digunakan sebagai media
adaptasi benih yang telah disemai. Penyemaian dilakukan selama 1 minggu.
Setelah tumbuh 2 daun dan tinggi batang ± 10 cm.
M. Jusuf Randi,
S.P., praktisi yang bergerak di bidang akuaponik, memaparkan hampir semua jenis sayur dan ikan
dapat dibudidayakan. Sayuran yang dibudidayakan harus memiliki perakaran yang
tahan air, dan bukan termasuk tanaman berakar kuat. “Saya sudah pernah mencoba
bayam, kangkung, dan selada. Hasilnya bagus dan mudah,” ujarnya (24/7).
Gambar Proses Kerja Akuaponik
Ikan yang dapat
dibudidayakan juga beraneka ragam, seperti ikan lele, gurami, ikan mas, ikan
nila, dan ikan mujair. Pakan untuk ikan dapat dibuat sendiri ataupun
menggunakan pakan ikan yang ada di pasaran.
Sayuran yang
dihasilkan bisa dikatakan sebagai sayuran organik, karena
sama sekali tidak menggunakan pupuk kimia. Kelebihan lain yang diperoleh yaitu
lebih mudah diterapkan, dan tetap dapat dikontrol sistem pertanian dan
perikanannya. Akuaponik menghasilkan sayuran dengan cita rasa yang lebih enak,
dibandingkan dengan pertanian konvensional. Selain itu, produknya juga lebih
segar, dan memiliki posisi yang terbilang menjanjikan di lingkup supermarket.
“Hasilnya saya coba pasarkan di supermarket, ternyata
diterima,” ungkapnya.
Aquaponik begitu menjanjikan dari segi potensi, usaha dan keuntungan
yang dihasilkan. Namun, di Banyumas baru ada satu yang
menerapkannya. Masih sedikitnya peminat di bidang ini dikarenakan kurangnya
pengetahuan tentang ilmu itu sendiri. “Awalnya ya masih asing, tapi ternyata
sesudah tahu itu (akuaponik) lebih simpel.” Meskipun, modal yang dibutuhkan bisa
terbilang cukup besar,” jelas Sobirin, salah satu pekerja Randifarm yang
bergerak di bidang aquaponik.
Bagi Jusuf, pemilik
usaha akuaponik, persoalan mudah atau sulit bukanlah menjadi masalah utama,
“yang penting sungguh-sungguh, karena semuanya butuh proses untuk belajar”
tegasnya.
(Aprilia/Intan/Kisty)
Posting Komentar
Silahkan berkomentar di situs persma-agrica.com